Hidup ini adalah rangkaian peristiwa yang silih berganti. Ada kalanya kita diberi kebahagiaan yang membuat hati senang, ada pula saat kita diuji dengan kesulitan yang menyakitkan hati. Dua keadaan ini adalah sunnatullah yang pasti dialami setiap manusia.
Sayangnya, banyak orang yang ketika mendapatkan kebahagiaan lupa untuk bersyukur kepada Allah. Padahal nikmat itu bukan hadir dengan sendirinya, melainkan anugerah dari Allah. Sebaliknya, ketika tertimpa musibah, sebagian manusia justru berkeluh kesah, mencari kambing hitam, bahkan melontarkan sumpah serapah.
Seorang mukmin tidaklah demikian. Dalam keadaan suka maupun duka, senang maupun susah, ia senantiasa mengaitkan semua peristiwa dengan qadha dan qadar Allah. Karena baik nikmat maupun musibah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Nikmat diberikan sebagai ujian syukur, sementara musibah diturunkan sebagai teguran dan sarana introspeksi.
Syukur atas Nikmat
Allah berfirman:
> “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu kufur (ingkar), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.’”
(QS. Ibrahim: 7)
Bersyukur bukan sekadar mengucapkan “alhamdulillah”, tetapi diwujudkan dengan hati yang mengakui nikmat, lisan yang memuji Allah, dan anggota badan yang menggunakan nikmat itu dalam ketaatan.
Sabar atas Musibah
Adapun ketika musibah menimpa, seorang mukmin menghadapinya dengan kesabaran. Allah berfirman:
> “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”
(QS. Al-Baqarah: 155–156)
Musibah adalah cara Allah menegur hamba-Nya agar kembali kepada-Nya, memperbaiki diri, dan membersihkan dosa-dosa.
Sabar dan Syukur: Dua Sisi Iman
Rasulullah ï·º bersabda:
> “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa seorang mukmin selalu berada dalam kebaikan, baik ketika senang maupun susah, karena ia tahu bagaimana bersikap.
Penutup
Hidup bukan sekadar tentang mendapatkan kesenangan atau menghindari kesusahan, melainkan tentang bagaimana kita menyikapi setiap takdir dengan hati yang terhubung kepada Allah. Nikmat harus disyukuri agar bertambah, sementara musibah harus disikapi dengan sabar agar menjadi penghapus dosa dan jalan menuju ridha Allah.
Dengan demikian, seorang mukmin sejati akan selalu tenang dalam setiap keadaan, karena ia yakin semua yang terjadi adalah qadarullah yang penuh hikmah.
Penulis : Ahmad Hariyansyah (yansen)